- GERAKAN BENTENG
Kaitkan sistem Gerakan Banteng Soemitro dengan program ekonomi
saat ini!
PROGRAM
BENTENG adalah kebijakan ekonomi yang diluncurkan pemerintah Indonesia bulan
April 1950 dan secara resmi dihentikan tahun 1957. Tujuannya adalah membina
pembentukan suatu kelas pengusaha Indonesia "pribumi" (dalam arti
"non-Tionghoa).
LATAR BELAKANG
Pada tahun
1950-an, ada tekanan politis yang meningkat agar kekuasaan ekonomi diambil dari
perusahaan swasta Belanda yang masih ada di Indonesia saat itu, demi penyelesaian
Revolusi. Namun, Indonesia masih memerlukan modal dan keterampilan asing untuk
menghasilkan pembangunan ekonomi yang diperlukan untuk menghadapi peningkatan
jumlah penduduk. Bulan Februari 1950, presiden Soekarno sudah sempat
menyampaikan kepada kalangan perusahaan asing bahwa pemulihan ekonomi Indonesia
setelah selesainya Revolusi memerlukan dikerahkannya segala sumber modal, baik
asing maupun dalam negeri. Tahun 1953 menteri Keuangan Ong Eng Die menyatakan
bahwa peranan perusahaan asing dalam pembangunan ekonomi Indonesia perlu
dicantumkan secara jelas dalam rencana pembangunan mendatang. Program Benteng
merupakan suatu cara mengembangkan peranan orang Indonesia dalam ekonomi tanpa
merugikan perusahaan asing, terutama Belanda.
PELAKSANAAN
Program
Benteng melewati sejumlah tahap, dengan pengubahan dalam banyak kesempatan.
Program terutama mencakup impor, karena modal yang diperlukan tidak terlalu
besar. Lagipula, peranan Belanda sangat terasa di bidang ini, terutama lewat
lima perusahaan niaga besar.
Pada
mulanya yang ditekankan adalah barang mana yang wajib diimpor oleh pengusaha
pribumi. Kemudian, yang dibicarakan adalah persyaratan mengenai kelayakan
memperoleh lisensi impor. Tahun 1950 sudah sempat ditentukan bahwa paling tidak
70% dari pemegangan saham perusahaan harus dimiliki "bangsa Indonesia
asli". Bulan Mei dan Juni 1953, debat mengenai penaikan persentase ini,
termasuk tuduhan diskriminasi terhadap importir Tionghoa, berakibatkan jatuhnya
Kabinet Wilopo.
Program
Benteng ditinjau kembali bulan September 1955 oleh Kabinet Burhanuddin Harahap
dan menteri Keuangan Sumitro Djojohadikusumo. Syarat berdasarkan suku dicabut
dan diganti dengan persyaratan ketat mengenai pembayaran uang muka.
Dibentuknya
Kabinet Karya di bawah Djuanda Kartawidjaja bulan Maret dan April 1957 ditandai
dengan pengalihan ke "ekonomi terpimpin". Program Benteng resmi
dihentikan.
SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA
Setiap
negara menganut sistem ekonomi yang berbeda-beda terutama Indonesia dan Amerika
serikat , dua negara ini pun menganut sistem ekonomi yang berbeda. Awalnya
Indonesia menganut sistem ekonomi liberal, yang mana seluruh kegiatan ekonomi
diserahkan kepada masyarakat. Akan tetapi karena ada pengaruh komunisme yang
disebarkan oleh Partai Komunis Indonesia, maka sistem ekonomi di Indonesia
berubah dari sistem ekonomi liberal menjadi sistem ekonomi sosialis.
Pada masa
Orde Baru, sistem ekonomi yang dianut oleh bangsa Indonesia diubah kembali
menjadi sistem demokrasi ekonomi. Namun sistem ekonomi ini hanya bertahan hingga
masa Reformasi. Setelah masa Reformasi, pemerintah melaksanakan sistem ekonomi
yang berlandaskan ekonomi kerakyatan. Sistem inilah yang masih berlaku di
Indonesia.
Sistem Ekonomi Kerakyatan
Pemerintah
bertekad melaksanakan sistem ekonomi kerakyatan dengan mengeluarkan ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1999, tentang
Garis-Garis Besar Haluan Negara yang menyatakan bahwa sistem perekonomian
Indonesia adalah sistem ekonomi kerakyatan. Sistem ekonomi ini berlaku sejak tahun
1998. Pada sistem ekonomi kerakyatan, masyarakatlah yang memegang aktif dalam
kegiatan ekonomi, sedangkan pemerintah yang menciptakan iklim yang bagus bagi
pertumbuhan dan perkembangan dunia usaha. Ciri-ciri sistem ekonomi ini adalah :
1.
Bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan dengan prinsip persaingan
yang sehat.
2.
Memerhatikan pertumbuhan ekonomi, nilai keadilan, kepentingan sosial,
dan kualitas hidup.
3.
Mampu mewujudkan pembangunan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
4. Menjamin kesempatan yang sama dalam
berusaha dan bekerja.
5.
Adanya perlindungan hak-hak konsumen dan perlakuan yang adil bagi
seluruh rakyat.
"Dari uraian di atas dapat dikaitkan
bahwa antara Gerakan Benteng dan Sistem ekonomi yang berlangsung sekarang ini
mempunyai ciri yang sama yaitu memberikan rakyat ruang untuk aktif dalam
berekonomi. Dalam Gerakan Benteng disebutkan bahwa yang diberi kesempatan
adalah rakyat pribumi karena pada saat itu pengusaha pribumi tidak banyak
berpartisipasi dalam pembangunan nasional. Bantuan tersebut berupa bimbingan
konkret atau bantuan kredit. Selain memberikan bantuan modal, pemerintah
berusaha membangun kewirausahaan pribumi agar mampu membentengi perekonomian
negara. Sedangkan dalam sistem perekonomian sekarang ini, antara pribumi dan
etnis yang lainnya (contoh : China) dinilai
telah memiliki kemampuan yang sama rata. Oleh karena itu, dalam sistem
peekonomian yang sekarang lebih mengorientasikan tentang cara bersaing secara
sehat dan cara memperbaiki sistem, misalnya pembangunan yang lebih berwawasan
kepada lingkungan hingga diadakannya perlindungan hak-hak konsumen dan
perlakuan yang adil bagi seluruh rakyat."
- GUNTING SYAFRUDIN
Bandingkan Sistem Gunting Syafrudin
dengan Sistem Redenominasi!
- Latar belakang Gunting Syafrudin
Kebijakan
Gunting Syafrudin dibuat untuk mengatasi situasi ekonomi Indonesia yang saat
itu sedang terpuruk--utang menumpuk, inflasi tinggi, dan harga melambung.
Selain itu, pemerintah melakukan upaya tersebut untuk perbaikan jangka pendek
untuk menguatkan perekonomian Indonesia, salah satunya mengurangi jumlah uang
yang beredar dan mengatasi defisit anggaran. Dengan kebijaksanaan yang
kontroversial itu, Syafrudin bermaksud sekali pukul menembak beberapa sasaran:
penggantian mata uang yang bermacam-macam dengan mata uang baru, mengurangi
jumlah uang yang beredar untuk menekan inflasi dan dengan demikian menurunkan
harga barang, dan mengisi kas pemerintah dengan pinjaman wajib yang besarnya
diperkirakan akan mencapai Rp 1,5 miliar. Gunting Syafruddin adalah kebijakan
moneter yang ditetapkan oleh Syafruddin Prawiranegara, Menteri Keuangan dalam
Kabinet Hatta II, yang mulai berlaku pada jam 20.00 tanggal 10 Maret 1950.
Gunting Syafrudin adalah plesetan yang diberikan rakyat atas kebijakan ekonomi
(khususnya moneter) yang ditetapkan mulai berlaku Jumat, 10 Maret 1950. Menurut
kebijakan itu, "uang merah" (uang NICA) dan uang De Javasche Bank
dari pecahan Rp 5 ke atas digunting menjadi dua. Guntingan kiri tetap berlaku
sebagai alat pembayaran yang sah dengan nilai setengah dari nilai semula sampai
tanggal 9 Agustus pukul 18.00. Mulai 22 Maret sampai 16 April, bagian kiri itu
harus ditukarkan dengan uang kertas baru di bank dan tempat-tempat yang telah
ditunjuk. Lebih dari tanggal tersebut, maka bagian kiri itu tidak berlaku lagi
alias dibuang. Guntingan kanan dinyatakan tidak berlaku, tetapi dapat ditukar
dengan obligasi negara sebesar setengah dari nilai semula, dan akan dibayar 40
tahun kemudian dengan bunga 3% setahun. "Gunting Sjafruddin" itu juga
berlaku bagi simpanan di bank. Pecahan Rp 2,50 ke bawah tidak mengalami
pengguntingan, demikian pula uang ORI (Oeang Republik Indonesia). Kebijakan ini
dibuat untuk mengatasi situasi ekonomi negara yang saat itu sedang terpuruk
yaitu utang menumpuk, inflasi tinggi dan harga melambung. Dengan politik
pengebirian uang tersebut, bermaksud menjadi solusi jalan pintas untuk menekan
inflasi, menurunkan harga barang dan mengisi kas pemerintah untuk membayar
utang yang besarnya diperkirakan akan mencapai Rp 1,5 milyar. Pada tanggal 25
Agustus 1959 terjadi sanering kedua yaitu uang pecahan Rp 1000 (dijuluki Gajah)
menjadi Rp 100, dan Rp 500 (dijuluki Macan) menjadi Rp 50. Deposito lebih dari
Rp 25.000 dibekukan. 1 US $ = Rp 45. Setelah itu terus menerus terjadi
penurunan nilai rupiah sehingga akhirnya pada Bulan Desember 1965, 1 US $ = Rp
35.000. Seperti juga ‘gunting Syafrudin’, politik pengebirian uang yang
dilakukan soekarno membuat masyarakat menjadi panik. Apalagi diumumkan secara
diam-diam, sementara televisi belum muncul dan hanya diumumkan melalui RRI
(Radio Republik Indonesia). Karena dilakukan hari Sabtu, koran-koran baru
memuatnya Senin. Dikabarkan banyak orang menjadi gila karena uang mereka
nilainya hilang 50 persen. Yang paling menyedihkan mereka yang baru saja
melakukan jual beli tiba-tiba mendapati nilai uangnya hilang separuh. Pada
tanggal 13 Desember 1965 dilakukan Sanering yang ketiga yaitu terjadi penurunan
drastis dari nilai Rp 1.000 (uang lama) menjadi Rp 1 (uang baru). Sukarno
melakukan sanering akibat laju inflasi tidak terkendali (650 persen).
Harga-harga kebutuhan pokok naik setiap hari sementara pendapatan per kapita
hanya 80 dolar us. Sebelum sanering, pada bulan november 1965 harga bensin naik
dari rp 4/liter menjadi rp 250/ liter (naik 62,5 kali). Nilai rupiah anjlok
tinggal 1/75 (seper tujuh puluh lima) dari angka rp 160/ us$ menjadi Rp 120,000
/us$. Setelah sanering ternyata bukan terjadi penurunan harga malah harga jadi
pada naik. Pada tanggal 21 Januari 1966 harga bensin naik dari rp 250/liter
menjadi rp 500/ liter & harga minyak tanah naik dari rp 100/ltr menjadi rp
200/ltr (naik 2 kali). Sesudah itu tanpa henti terjadi depresiasi nilai rupiah
sehingga ketika terjadi krisis moneter di Asia pada tahun 1997 nilai 1 us $
menjadi rp 5.500 dan puncaknya adalah mulai April 1998 sampai menjelang
pernyataan lengsernya suharto maka nilai 1 us $ menjadi rp 17.200. Lalu apakah
kebijakan politik pengebirian nilai fiat money (uang kertas) ini bakal terulang
lagi? Sebenarnya pengebirian nilai fiat money ini terjadi secara halus dan
perlahan tapi pasti, buktinya bisa dilihat dari kenaikkan harga barang dari
tahun ke tahun, yang sesungguhnya adalah pengurangan nilai fiat money. Padahal
harga barang itu tetap, tapi karena nilai fiat money yang kita pegang angkanya
makin banyak tapi daya belinya makin turun.
- Tujuan
Kebijakan
ini dibuat untuk mengatasi situasi ekonomi Indonesia yang saat itu sedang
terpuruk—utang menumpuk, inflasi tinggi, dan harga melambung. Dengan
kebijaksanaan yang kontroversial itu, Sjafruddin bermaksud sekali pukul
menembak beberapa sasaran: penggantian mata uang yang bermacam-macam dengan
mata uang baru, mengurangi jumlah uang yang beredar untuk menekan inflasi dan
dengan demikian menurunkan harga barang, dan mengisi kas pemerintah dengan
pinjaman wajib yang besarnya diperkirakan akan mencapai Rp 1,5 miliar.
- Bentuk
Menurut
kebijakan itu, "uang merah" (uang NICA) dan uang De Javasche Bank
dari pecahan Rp 5 ke atas digunting menjadi dua. Guntingan kiri tetap berlaku
sebagai alat pembayaran yang sah dengan nilai setengah dari nilai semula sampai
tanggal 9 Agustus pukul 18.00. Mulai 22 Maret sampai 16 April, bagian kiri itu
harus ditukarkan dengan uang kertas baru di bank dan tempat-tempat yang telah
ditunjuk. Lebih dari tanggal tersebut, maka bagian kiri itu tidak berlaku lagi.
Guntingan kanan dinyatakan tidak berlaku, tetapi dapat ditukar dengan obligasi
negara sebesar setengah dari nilai semula, dan akan dibayar tiga puluh tahun
kemudian dengan bunga 3% setahun. "Gunting Sjafruddin" itu juga
berlaku bagi simpanan di bank. Pecahan Rp 2,50 ke bawah tidak mengalami
pengguntingan, demikian pula uang ORI (Oeang Republik Indonesia).
- Latar belakang Sistem Redenominasi
Dalam
rangka menciptakan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan handal,
Bank Indonesia melakukan redenominasi. Redenominasi rupiah menentukan salah
satu kewenangan Bank Indonesia dalam rangka mengatur dan menjaga keselarasan
sistem pembayaran di Indonesia. Berikut ini alasan redenominasi rupiah.
Uang
pecahan Indonesia yang terbesar saat ini adalah Rp100.000 yang merupakan
pecahan terbesar kedua di dunia setelah mata uang Dong Vietnam yang pernah
mencetak 500.000 dong. Namun tidak memperhitungkan negara Zimbabwe yang pernah
mencetak 100 triliun dolar Zimbabwe dalam 1 lembar mata uang.
Munculnya
keresahan atas status rupiah yang terlalu rendah dibandingkan mata uang
lainnya, misalnya terhadap dolar, euro, dan uang global lainnya, bukan dalam
hal substansi, melainkan identitas karena kekuatan mata uang Indonesia relatif
stabil, cadangan devisa juga aman, inflasi terjaga (1 digit), investasi juga
tidak ada persoalan, kinerja ekonomi Indonesia baik.
Pecahan
uang Indonesia yang selalu besar akan menimbulkan ketidakefisienan dan
ketidaknyamanan dalam melakukan transaksi, karena diperlukan waktu yang banyak
untuk mencatat, menghitung dan membawa uang untuk melakukan transaksi sehingga
terjadi ketidakefisienan dalam transaksi ekonomi. Untuk mempersiapkan
kesetaraan ekonomi Indonesia dengan kawasan ASEAN dalam memasuki era Masyarakat
Ekonomi ASEAN pada tahun 2015. Untuk menghilangkan kesan bahwa nilai nominal
uang yang terlalu besar seolah-olah mencerminkan bahwa pada masa lalu, suatu
negara pernah mengalami inflasi yang tinggi atau pernah mengalami kondisi
fundamental ekonomi yang kurang baik.
- Tujuan
Tujuan
redenominasi rupiah adalah untuk mempermudah berbagai macam kegiatan yang ada
hubungannya dengan uang. Hal ini disebabkan karena redenominasi membuat nilai
pada uang menjadi lebih sederhana. Misalnya nilai uang Rp 100.000,00
disederhanakan menjadi Rp 100,00. Atau uang Rp 1.000,00 yang disederhanakan
menjadi Rp 1,00. Itulah Tujuan redenominasi rupiah.
- Bentuk
Redenominasi berarti menyederhanakan
pecahan mata uang dengan mengurangi digit nol tanpa mengurangi nilai mata uang
tersebut. Misalnya, Rp 100.000 disederhanakan menjadi Rp 100 saja, dengan menghilangkan
tiga buah angka nol yang paling belakang. Redenominasi biasanya dilakukan dalam
kondisi ekonomi yang stabil dan menuju ke arah yang lebih sehat.
- NASIONALISASI DE JAVASCHE BANK
Maksud dan tujuan Nasionalisasi De Javasche Bank
1. Republik Indonesia sebagai negara yang
berdaulat dan merdeka harus memiliki Bank sentral yang be]’rsifat nasional dan
murni kepemilikan Bangsa Indonesia.
2. Untuk menjamin kepentingan Umum.
3. Karena De Javasche Bank masih bersifat
partikeler atau milik asing bukan nasioanal.
4. Untuk mengakhiri kedudukan De Javasche
Bank yang masih ada campur tangannya dengan Belanda.
D. PEMBENTUKAN BIRO PERANCANGAN NEGARA
Bandingkan repelita orde lama dengan kabinet kerja saat ini!
Bandingkan repelita orde lama dengan kabinet kerja saat ini!
Pada masa
kabinet Ali Sastroamijoyo II, pemerintah membentuk Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional yang disebut Biro Perancang Negara. Ir. Djuanda diangkat
sebagai menteri perancang nasional. Pada bulan Mei 1956, Biro ini berhasil
menyusun Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT) yang rencananya akan
dilaksanakan antara tahun 1956-1961. Rencana Undang-Undang tentang rencana
Pembangunan ini disetujui oleh DPR pada tanggal 11 November 1958. Pembiayaab
RPLT ini diperkirakan mencapai Rp. 12,5 miliar. RPLT ini tidak dapat berjalan
dengan baik disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut.
- Adanya depresi ekonomi Amerika Serikat dan Eropa Barat pada akhir tahun 1957 dan awal tahun 1958 mengakibatkan ekspor dan pendapatan negara merosot.
- Perjuangan pembebasan Irian Barat dengan melakukan Nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia menimbulkan gejolak ekonomi.
- Adanya ketegangan antara pusat dan daerah sehingga banyak daerah yang melaksanakan kebijakannya masing-masing.
Sedangkan Kabinet Kerja adalah kabinet
pemerintahan Indonesia pimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden
Muhammad Jusuf Kalla. Susunan kabinet
ini berasal dari kalangan profesional, usulan partai politik pengusung pasangan
Jokowi-JK pada Pilpres 2014 (PDI Perjuangan, PKB, Partai NasDem, dan Partai
Hanura) ditambah PPP, PAN, dan Partai Golkar yang bergabung setelahnya, serta
tim sukses pasangan Jokowi-JK pada Pilpres 2014. Susunan kabinet diumumkan oleh
Presiden Jokowi pada 26 Oktober 2014.
- SISTEM EKONOMI ALI-BABA
Letak kegagalan Sistem Ekonomi Ali Baba
Sistem
ekonomi Ali Baba memiliki tujuan untuk memajukan perekonomian Indonesia. Dengan
dilaksanakannya sistem seperti ini, pengusaha pribumi memiliki kewajiban untuk
memberikan latihan dan juga tanggung jawab kepada pekerja asal Indonesia, agar
dapat menduduki jabatan-jabatan staf. Kemudian pemerintah menyediakan kredit
dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Selain itu, pemerintah juga
memberikan perlindungan bagi pengusaha pribumi, agar dapat bersaing dengan
pengusaha-pengusaha asing.
Namun, ternyata
dalam praktiknya, kebijakan ini tidak dapat berjalan dengan baik. Yang menjadi
salah satu penyebabnya adalah kurangnya pengalaman yang dimiliki oleh pengusaha
pribumi. Hal ini disalahgunakan oleh oknum-oknum tertentu yang membuat
pengusaha Indonesia hanya dijadikan sebagai alat bagi para pengusaha Tionghoa
untuk memperoleh kredit dari pemerintah. Sedangkan pengusaha non pribumi
memiliki pengalaman dalam memperoleh bantuan kredit.
Sistem Ekonomi Ali Baba mengalami kegagalan
karena beberapa hal berikut :
- Kredit yang digunakan ternyata tidak digunakan secara benar oleh para pengusaha pribumi (indonesia) dalam rangka mencari keuntungan tetapi malah dipindahkan kepada pengusaha tionghoa secara sepihak.
- Kredit yang diberikan pada awalnya dimaksudkan untujk mendorong kegiatan produksi tapi malah diselewengkan untuk kegiatan konsumsi
- Kegagalan pengusaha pribumi dalam memanfaatkan kredit secara maksimal sehingga kurang berdampak positif terhadap perekonomian indonesia waktu itu.
- RENCANA PEMBANGUNAN LIMA TAHUN (RPLT)
Sebutkan Tujuan Repelita!
Repelita
atau Rencana Pembangunan Lima Tahun adalah satuan perencanaan yang dibuat oleh
pemerintah Orde Baru di Indonesia.
- Repelita I (1969–1974) bertujuan memenuhi kebutuhan dasar dan infrastruktur dengan penekanan pada bidang pertanian.
- Repelita II (1974–1979) bertujuan meningkatkan pembangunan di pulau-pulau selain Jawa, Bali dan Madura, di antaranya melalui transmigrasi.
- Repelita III (1979–1984) menekankan bidang industri padat karya untuk meningkatkan ekspor.
- Repelita IV (1984–1989) bertujuan menciptakan lapangan kerja baru dan industri.
- Repelita V (1989–1994) menekankan bidang transportasi, komunikasi dan pendidikan.