Senin, 09 Oktober 2017

7 Kabinet dalam Pemerintahan Liberal

1


Halo teman-teman, berjumpa lagi dengan saya hehe, kali ini saya akan membahas sedikit mengenai 7 kabinet dalam Masa Pemerintahan Liberal, langsung saja.......

1. Kabinet Natsir (6 September1950-21 Maret 1951)



Bagaimana kondisi sosial budaya pada masa Kabinet Natsir?
Kondisi sosial budaya pada masa Kabinet Natsir tidak lepas dari program dan keberhasilan yang pernah dicapai, sebagai berikut:
Program-program dari Kabinet Natsir, di antaranya meliputi :
  • ·         mempersiapkan dan menyelenggarakan pemilihan umum untuk Konstituante.
  • ·         mencapai konsolidasi dan penyempurnaan susunan pemerintahan serta membentuk peralatan negara yang kuat dan daulat.
  • ·         menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman
  • ·         menyempurnakan organisasi Angkatan perang dan pemulihan bekas – bekas anggota tentara dan gerilya dalam masyarakat.
  • ·         memperjuangkan penyelesaian soal Irian Barat secepatnya.
  • ·         mengembangkan dan memperkokoh kesatuan ekonomi rakyat sebagai dasar bagi pelaksanaan ekonomi nasional yang sehat.
  • ·         membantu pembangunan perumahan rakyat serta memperluas usaha – usaha meninggikan derajat kesehatan dan kecerdasan rakyat

Keberhasilan yang pernah dicapai Kabinet Natsir :
  • ·         Di bidang ekonomi, ada Sumitro Plan yang mengubah ekonomi kolonial ke ekonomi nasional
  • ·         Indonesia masuk PBB
  • ·         Berlangsung perundingan antara Indonesia-Belanda untuk pertama kalinya mengenai masalah Irian Barat.

2. Kabinet Sukiman (26 April 1951-23 Februari 1952)


Apakah dampak positif dan negatif MSA

Ø  Dampak positif perjanjian MSA
  • Meningkatnya keamanan negara Indonesia

Dengan tertandatanganinya perjanjian ini, negara Indonesia mendapat bantuan militer dari AS untuk menjaga Indonesia dari segala ancaman terutama ancaman paham komunis. Hal ini sesuai dengan isi perjanjian tersebut dimana AS berusaha membendung paham komunis agar Teori Domino tidak terjadi.
  •  Perekonomian negara Indonesia semakin maju

Tak hanya bantuan militer, Indonesia juga mendapat bantuan ekonomi dari Amerika untuk meningkatkan pembangunan dan mengatasi masalah perekonomian negara Indonesia, sesuai syarat yang ditawarkan oleh AS, yaitu “Sebagai imbalan negara peminjam diwajibkan : Berusaha menstabilkan keuangan masing-masing negara dan melaksanakan anggaran pendapatan yang berimbang. Mengurangi penghalang-penghalang yang menghambat kelancaran perdagangan antara negara-negara peminjam. Mencegah terjadinya inflasi. Menempatkan perekonomian negara masing-masing negara atas dasar sendi-sendi perekonomian yang sehat. Memberikan bahan-bahan yang diperlukan Amerika Serikat untuk kepentingan pertahanan. Meningkatkan persenjataan masing-masing negara untuk kepentingan pertahanan.”
3.       Terhadangnya paham komunis masuk ke Indonesia
                  Alasan utama mengapa AS mengadakan perjanjian ini adalah untuk menghadang komunisme agar tida terjadi teori domino. Teori domino adalah teori yang berspekulasi bahwa apabila sebuah negara di suatu kawasan terkena pengaruh komunisme, negara-negara sekitarnya akan ikut dipengaruhi komunisme lewat efek domino. Teori yang sering didengungkan pada tahun 1950-an sampai 1980-an ini digunakan oleh beberapa presiden Amerika Serikat semasa Perang Dingin sebagai alasan intervensi A.S. di seluruh dunia. Salah satu syarat agar mendapat bantuan AS adalah “Bantuan akan dihentikan apabila di negara peminjam terjadi pergantian kekuasaan yang mengakibatkan negara tersebut melaksanakan paham komunis.”
4.       Terjalinnya sebuah kerja sama antara Indonesia dengan AS
Dengan terjalinya kerja sama, hal ini akan membantu sesama negara apabila mengalami kesulitan dalam mengelola negara
Ø  Dampak negatif perjanjian MSA
  • 1.        Lengsernya kabinet Sukiman

Pertukaran nota antara Menteri Luar Negeri Achmad Soebardjo dan Duta Besar Amerika Merle Cochran menjadi penyebab lengsernya kabinet ini. Isi nota tersebut adalah bantuan ekonomi dan militer yang diberikan oleh Amerika Serikat kepada Indonesia berdasarkan Mutual Security Act (MSA) atau lebih dikenal dengan nama undang-undang kerja sama keamanan.
Hal tersebut dinilai menciderai konsep politik luar negeri bebas aktif yang selama ini dianut oleh Indonesia. Kabinet Sukiman dituduh telah menjadikan Indonesia masuk ke dalam Blok Barat. Hal itulah yang membuat DPR menggugat kebijakan kabinet tersebut dan akhirnya kabinet tersebut jatuh.
2.       Tidak maksimalnya pembangunan Indonesia yang telah direncanakan oleh kabinet Sukiman
Dengan lengsernya kabinet Sukiman, semua pembangunan yang telah direncanakan sebelumnya tida terealisasikan, akibatnya pembangunan di Indonesia tidak maksimal.

3. Kabinet Wilopo (30 Maret 1952-2 Juni 1953)

Analisis Peristiwa Tanjung Morawa!
Munculnya peristiwa Tanjung Morawa mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur (Deli). Sesuai dengan perjanjian KMB pemerintah mengizinkan pengusaha asing untuk kembali ke Indonesia dan memiliki tanah-tanah perkebunan. Tanah perkebunan di Deli yang telah ditinggalkan pemiliknya selama masa Jepang telah digarap oleh para petani di Sumatera Utara dan dianggap miliknya. Sehingga pada tanggal 16 Maret 1953 muncullah aksi kekerasan untuk mengusir para petani liar Indonesia yang dianggap telah mengerjakan tanah tanpa izin tersebut. Para petani tidak mau pergi sebab telah dihasut oleh PKI. Akibatnya terjadi bentrokan senjata dan beberapa petani terbunuh. Intinya peristiwa Tanjung Morawa merupakan peristiwa bentrokan antara aparat kepolisian dengan para petani liar mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur (Deli).

4. Kabinet Ali Sastroamidjojo I (30 Juli 1953-24 Juli 1955)

Mengapa terdapat koalisi PNI dengan NU dan Oposisi Masyumi?
Pada tanggal 3 Juni 1953, Perdana Menteri Wilopo mengembalikan mandatnya kepada Presiden sebagai akibat dari Peristiwa Tanjung Morawa. Dengan demikian kabinet dinyatakan demisioner. Kabinet Ali Sastroamijdojo merupakan kabinet pengganti dari Kabinet Wilopo. Kabinet Ali mengisi krisis pemerintahan di Indonesia pasca kekosongan selama 58 hari (sepeninggalan Kabinet Wilopo).
Untuk mengisi jabatan Perdana Menteri ditunjuk Ali Sastroamidjojo yang saat itu menjabat Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat. Ali Sastroamidjojo dari PNI sempat ragu, karena selama ini belum pernah diajak bicara oleh partainya mengenai pembentukkan kabinet. Tetapi setelah didesak oleh Ketua Umum PNI, Sidik Joyosukarto, akhirnya Ali Sastroamidjojo mau menduduki jabatan perdana menteri. Akhirnya pada tanggal 30 Juli 1953, Presiden mengumumkan pembentukan Kabinet Ali Sastroamidjojo yang kemudian disahkan dengan Keputusan Presiden RI No. 132 Tahun 1953 tertanggal 30 Juli 1953. Pelantikan Ali Sastroamidjojo sebagai Perdana Menteri dilangsungkan di Istana Negara pada tanggal 12 Agustus 1953.
Dalam Kabinet Ali, Masyumi merupakan partai terbesar kedua dalam parlemen tidak turut serta, dalam hal ini NU (Nahdatul Ulama) kemudian mengambil alih sebagai kekuatan politik baru. Maka dari itu, terjadilah koalisi antara PNI dan NU. Mengapa Masyumi tidak ikut serta sehingga menjadi pihak oposisi? Hal ini karena adanya beberapa perbedaan dan arah tujuan di antara kalangan politii pada waktu revolusi.
Perseteruan antara Presiden dan Masyumi terjadi pada saat Kabinet Sukiman. Seperti yang terjadi perbedaan pendapat antara Sukarno yang tidak setuju tentang perdamaian dengan Jepang, dan penerimaan bantuan dari Amerika Serikat. Sebaliknya dengan Sukiman yang akan melakukan pembersihan terhadap PKI. Meskipun begitu Sukarno tetap menahan diri. Kabinet Sukiman menjadi paling terkenal dengan dilakukannya satu-satunya usaha yang serius  pada masa itu untuk menumpas PKI. Kaum PKI menjadi komunis menjadi marah dengan bersedianya PNI bergabung dalam suatu koalisi dengan Masyumi, karena strategi mereka sangat tergantung pada kedua partai itu masih terus bertikai satu sama lain.
Selanjutnya pada kabinet Wilopo perdebatan antara Sukarno dengan Masyumi menyangkut masalah ideologi atau dasar negara Indonesia. Sukarno pernah berpidato di Amuntai, Kalimantan Selatan tanggal 27 Januari 1953. Pada kesempatan itu pula ia berpidato tentang keinginan negara nasional dan bukan negara berdasarkan Islam. Pernyataan Sukarno itu mendapat tanggapan berbagai kalangan, khususnya tokoh-tokoh Masyumi.
Keterlibatan PKI sejauh ini belum terlalu memiliki pengaruh yang besar. Karena saat itu sedang memanasnya hubungan Sukarno dengan Partai Masyumi. Setelah kabinet Wilopo mengembalikan mandatnya kepada Presiden, Kabinet Ali I mulai menjalankan pemerintahan pada tanggal 12 Maret 1953. Pada masa inilah untuk pertama kalinya Masyumi tidak duduk dalam kabinet, sehingga menempatkan Masyumi dalam partai oposisi.

5. Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955-3 Maret 1956)

Bagaimana kondisi rakyat saat pemilu pertama?
Kabinet ini terkenal dalam Sejarah Tatanegara Indonesia karena pada masa kabinet inilah berhasil melaksanakan Pemilihan Umum yang pertama kali sejak Indonesia Merdeka, untuk memilih anggota-anggota DPR (29 September 1955) dan memilih anggota konstituante tanggal 15 Desember 1955 (UU Nomor 7 tanggal 7 April 1955). Kabinet ini juga yang mengembalikan manfaatnya setelah Dewan Perwakilan Rakyat hasil Pemilu terbentuk pada bulan Maret 1956.
Pemilihan umum di Indonesia yang pertama di selenggarakan pada tanggal 29 September 1955. Satu setengah bulan setelah terbentuknya kabinet ini. Sebagai ketua Lembaga Pemilihan Umum adalah Menteri Dalam Negeri waktu itu yaitu: Mr. Sunaryo yang berasaskan langsung, umum, bebas, dan rahasia alias LUBER.
Yang paling menarik dari pemilihan umum saat itu, semua kontestan ikut duduk dalam kepanitian Pemilu, mulai tingkat pusat sampai ke PPD, PPS bahkan sampai ke KPPS. Biasa dikatakan yang menjadi panitia Pemilihan Umum waktu itu adalah Pemerintah bersama Parpol. Sehingga karena Parpol yang menjadi kontestan pemilu, terjun juga dalam kepanitiaan, maka keadilan dan keberhasilan jalannya pemilu lebih terjamin sesuai dengan asas langsung, umum, bebas, dan rahasia. Sehingga kepanitiaan yang mana kontestan ikut terlibat di dalamnya lebih baik. Sebab apabila seorang anggota panitia mau melakukan kecurangan takut dan segan kepada panitia lain yang dari partai lain. Maka ia akan jaga diri Partainya (Bibit.1985:168).
Hasil dari pemilihan umum tanggal 29 September 1955 adalah:
1. PNI : 57 kursi 15. Partai Buruh : 2 kursi
2. Masyumi : 57 kursi 16. PRI : 2 kursi
3. Partai NU : 45 kursi 17. PRIM : 2 kursi
4. PKI : 39 kursi 18. AKUI : 1 kursi
5. PSII : 8 kursi 19. ACOMA : 1 kursi
6. Parkindo : 8 kursi 20. PPTI : 1 kursi
7. Partai Katolik : 8 kursi 21. PRD : 1 kursi
8. PSI : 6 kursi 22. R.Sujono P : 1 kursi
9. PERTI : 5 kursi 23. PIR Wongso : 1 kursi
10. IPKI : 4 kursi 24. PIR Hazairin : 1 kursi
11. GPP : 4 kursi 25. Permei : 1 kursi
12. PRN : 2 kursi 26. Baperki : 1 kursi
13. P3RI : 2 kursi 27. Parindra : 1 kursi
14. Murba : 2 kursi 28. Peratuan Daya : 1 kursi
Total semua berjumlah 257 kursi

6. Kabinet Ali Sastromidjojo II (20 Maret 1956-14 Maret 1957)

Analisis Gerakan Asaat!
Pada masa Kabinet Ali Sastroamidjojo ke-2, muncul "Gerakan Assaat", suatu gerakan yang diprakarsai Mr.Assaat. Gerakan ini menuntut pembedaan perlakuan dan pemberian fasilitas kepada pengusaha-pengusaha "asli" dan "pribumi". Mr.Assaat yang pada saat itu menjadi anggota parlemen yang dekat dengan Masjumi, mendesak pemerintah agar mengeluarkan peraturan untuk menghentikan keterlibatan orang-orang Tionghoa, baik warga negara Indonesia maupun asing, dari berbagai bidang usaha yang dianggap menguntungkan. Dengan terus terang ia menyatakan kesiapannya untuk menjalankan program-program anti Tionghoa. Menurut pandangannya, orang Tionghoa tidak bisa dipercaya dan tidak boleh dibiarkan menguasai ekonomi Indonesia. Ia juga menyerang orang Tionghoa sebagai golongan yang tidak loyal kepada negara, malahan menyatakan bahwa golongan keturunan Arab berbeda dengan orang Tionghoa dan harus dikatagorikan sebagai "asli".

7. Kabinet Djuanda/Karya (9 April 1957-5 Juli 1959)

Mengapa terdapat Deklarasi Djuanda yang berkaitan dengan batas territorial dan pemberontakan PRRI serta Permesta?
Segera setelah program kerja Kabinet Djuanda disusun, maka langkah pertama segera dilakukan. Dan yang pertama dilakukan adalah dengan membentuk Dewan Nasional yang juga menandai awal mulainya Demokrasi Terpimpin di Indonesia. Setelah program pertama sudah dikerjakan, kemudian langsung dilanjutkan dengan program kerja Kabinet Djuanda selanjutnya yaitu normalisasi pada keadaan Republik Indonesia yang saat itu masih sangat tidak stabil. Normalisasi ini dilakukan dengan menyelesaikan antar pusat maupun antar daerah.
Keadaan semakin bertambah kacau setelah adanya peristiwa percobaan pembunuhan terhadap Presiden Soekarno. Selain peristiwa tersebut, juga marak berbagai gerakan-gerakan yang bersifat anarki. Ditambah lagi berbagai demonstrasi yang terjadi hampir di seluruh penjuru Indonesia dan terjadi pengambil alihan milik Belanda. Peristiwa-peristiwa anarki tersebut jelas sangat mengganggu perekonomian saat itu. Belum lagi masalah Irian Barat yang kemudian dibawa ke PBB sebagai konsekuensi dari pelaksanaan program kabinet Djuanda.
Untuk menjamin terlaksananya program pembebasan Irian Barat, kemudian pada 10 Februari 1958 sebuah front yang kala itu dinamakn sebagai Front Pembebasan Irian Barat atau disingkat dengan FNPIB. Namun sangat disayangkan, sampai berakhirnya era Kabinet Karya, perjuangan pembebasan Irian Barat tidak terlaksana alias gagal. Kekacauan semakin bertambah parah ketika saat itu beberapa tokoh perwira Angkatan Darat dan beberapa cendikiawan membentuk Gerakan Menyelamatkan Negara Republik Indonesia dengan memberikan ultimatum kepada Kabinet Karya. Gerakan ini kemudian yang menimbulkan berdirinya PPRI yang berada di Bukit Tinggi yang berada di bawah pimpinan Syafrudin Prawiranegara yang bergabung dengan Permesta untuk melawan Pemerintah.
Gerakan PPRI Permesta ini kemudian mendapatkan dukungan dari SEATO yang merupakan tangan kanan Amerika Serikat. Dukungan Amerika Serikat kepada PPRI Permesta ini kemudian membuat gambaran rakyat Indonesia yang memberikan opini negatif terhadap negara Adikuasa tersebut. Namun pada akhirnya pemberontakan yang dilakukan oleh PRRI Permesta ini berhasil ditumpas oleh TNI dan sekaligus menjadi prestasi yang sangat luar biasa dari Kebinet Djuanda.
Keberhasilan yang paling mencolok dari Kabinet Djuanda ini tentu saja adalah berhasil menumpas pemberontakan yang dilakukan oleh PRRI Permesta. Selain berhasil menumpas pemberontakan, Kabinet Djuanda juga dinilai berhasil dengan mengeluarkan Deklarasi Djuanda yang mengatur batas wilayah kepulauan di Indonesia. Deklarasi tersebut kemudian dikuatkan dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang No. 4 prp. Tahun 1960 tentang perairan Indonesia.

Bagaimana setelah kalian membacanya? Semoga sedikit penjelasan diatas dapat menambah pengetahuan kalian ya, Terima kasih telah mengunjungi blog saya, Sampai bertemu dipostingan selanjutnya:)))